"Ini menunjukan bahwa hukum di negeri ini belum berpihak bagi korban perkosaan yang menempatkan si anak adalah pelaku aborsi yang harus menjalani pidananya di lapas tersebut," demikian statmen terbuka dalam petisi di www.change.org yang dikutip detikcom, Selasa (31/7/2018).
Petisi itu dibuat oleh Konsorsium Perempuan Jambi. Hingga siang ini, sedikitnya 7.217 telah menandatangani petisi tersebut.
Kasus bermula saat si kakak memperkosa adiknya pada September 2017. Pemicunya karena si kakak nonton film porno. Si kakak usianya 17 tahun, si adik usianya 15 tahun.
Di kasus itu, tiga orang jadi tersangka, yaitu:
1. Ibu, saat ini sedang diproses di kepolisian.
2. Anak laki-laki, dihukum penjara karena memperkosa adiknya.
3. Anak perempuan, dihukum penjara karena menggugurkan janin hasil perkosaan.
Pada 19 Juli 2018, PN Muara Bulian menjatuhkan hukuman:
1. Kakak dihukum 2 tahun penjara dan 3 bulan pelatihan kerja.
2. Adik dihukum bulan 6 penjara dengan pelatihan kerja 3 bulan.
Ibu masih diproses di kepolisian.
"Anak bukan untuk dihukum. Anak merupakan generasi pelanjut untuk masa depan kita yang perlu dijaga dengan tidak memidanakannya. Anak masa depan kita semua," ujar salah seorang pemberi petisi, Muhaimin Malaba.
Seorang penandatangan petisi, Sarrah Azmy, menyatakan Indonesia adalah negara hukum di mana keseluruhan sistematika dalam bermasyarakat memiliki peraturannya masing-masing. Pemberian keputusan dalam suatu pidana harus dilakukan dengan matang dan juga didasari oleh banyak hal. Para pihak berwenang tidak bisa hanya condong ke satu kebijakan saja, tapi juga harus melihat di kebijakan lain dan dampak yang nantinya akan ditimbulkan.
"Memenjarakan seseorang yang notabene adalah korban pemerkosaan adalah prilaku yang tak termaafkan. Kondisi jiwa dan raganya buruk, ditambah dengan dijatuhi hukuman penjara. Kasus ini harus dikaji ulang," ujar Sarah.
(rvk/asp)
No comments:
Post a Comment